RAKYAT MERDEKA — Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjelaskan alasan mereka membersihkan nama Presiden RI ke-2 Soeharto dari Ketetapan (TAP) MPR Nomor XI/1998 soal perintah menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, nepotisme atau KKN.
Keputusan tersebut disampaikan dalam Rapat Akhir Masa Jabatan MPR periode 2019-2024 di kompleks parlemen, Rabu (25/9). Keputusan itu merupakan hasil dari rapat gabungan MPR dua hari sebelumnya pada Senin (23/9).
“Terkait dengan penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam TAP MPR Nomor XI/MPR 1998 tersebut secara diri pribadi, Bapak Soeharto dinyatakan telah selesai dilaksanakan karena yang bersangkutan telah meninggal dunia,” jelas Ketua MPR Bambang Soesatyo ketik membaca putusan.
Bamsoet menuturkan, pencabutan atau pembersihan nama Soeharto dari Pasal 4 TAP MPR Nomor XI 1998 sebab yang bersangkutan sudah meninggal dunia.
MPR menindaklanjuti surat dari Fraksi Golkar pada 18 September 2024.
Bamsoet menilai, secara yuridis TAP MPR itu masih berlaku.
Hanya proses hukum terhadap Soeharto sesuai pasal itu sudah selesai sebab yang bersangkutan telah meninggal dunia.
“MPR sepakat untuk menjawab surat tersebut sesuai dengan etika dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di mana status hukum TAP MPR nomor 11 tahun 1998 tersebut dinyatakan masih berlaku oleh Tap MPR nomor 1/R 2003,” terangnya.
Diketahui, pasal 4 TAP MPR Nomor 11/1998 mengamanatkan pemberantasan KKN bagi pejabat negara, dan secara eksplisit menuliskan nama Soeharto. TAP tersebut ditekan pada 13 November di bawah pimpinan Ketua MPR Harmoko.
“Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak, asasi manusia,” sebagaimana bunyi Pasal 4 TAP MPR 11/1998 tersebut.
Selain Soeharto, MPR di waktu yang sama juga mengumumkan keputusan MPR membersihkan nama Sukarno dan Gus Dur.
Yang mana nama keduanya masing-masing tertuang dalam TAP MPR Nomor II/MPR/2001 terkait pemberhentian Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai Presiden RI Keempat, dan TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Sukarno.
“Seluruh hal di atas dilaksanakan oleh pimpinan MPR sebagai bagian dari penyadaran kita bersama untuk mewujudkan rekonsiliasi nasional. MPR adalah rumah kebangsaan kita bersama,” ujarnya.